Murid terpandai di bidang Ekonomi-Akuntansi yang pernah ku
temui
Seorang
siswi yang lumayan cantik, periang, lucu, selalu tertawa, melihatnya aku selalu
teringat kembang sepatu yang mekar berayun-ayun, cantik, semarak dan menarik, namun
kebanyakan siswi pintar pada umumnya susah bersosialisasi dengan teman
sekelasnya, atau tidak di sukai karena jarang memberi contekan, eka namanya.
Duduk di bangku nomor dua paling belakang, yang membuatku kaget mata pelajaran ekonomi-akuntasi
paling di takuti di jurusan IPS, banyak hitungan, rumus, dan logika matematika
di sana, alasan kebanyakan anak yang berada di jurusan IPS adalah menghindari
mata pelajaran hitungan di jurusan IPA, maka mata pelajaran ekonomi adalah
pelajaran paling membosankan di dunia, aku harap maklum, jika satu materi
membutuhkan berkali-kali penjelasan, kadang sampai suaraku habis, kadang aku
harus mencari cara tergampang untuk membuat mereka mengerti, misalnya rumus
menghitung pendapatan nasional adalah
Rumus asli PN = Rent + wages+ Interest + Ω (Profit)
Rumus yang ku convert PN= sewa +upah+bunga+untung (laba)
Agar
gampang di ingat aku selalu bilang rumus pendapatan nasional sama dengan
PN=SUBU (ingat sholat subuh ya wajib hukumnya) biasanya tawa mereka berderai di
kelas, dan saling membuka kartu bahwa tak ada yang sholat subuh tadi pagi.
Cara-cara
demikian ku terapkan dalam rumus-rumus yang lain, kadang berhasil, kadang
gagal, mereka dan aku berproses, sebenarnya kalau lah boleh jujur aku lah yang
paling banyak belajar dari mereka. Kadang untuk membuat mereka paham aku harus
membantu mereka satu per satu, menjelajah bangku demi bangku mereka, kadang
harus mengatasi kejahilan mereka, kadang lelah, kadang marah, kadang bosan,
kadang meluap, kadang indah, kadang muram, penuh warna, namun satu-satunya obat
dalam kelas adalah peneriman, merasa di akui dan merasa dibutuhkan oleh mereka
itu lebih dari cukup, lelahku, marahku lenyap kala melihatnya dialah siswa yang
menghiburku, tak perlu banyak orang cukup satu orang saja, aku sudah merasa
ada, di akui dan tak sia-sia,
Dia…
Dari
pertama mengajar aku sudah tau, yang paling menonjol dalam materi ekonomi
adalah eka, tugasnya rapi, cepat selesai, dan selalu tanpa banyak pertanyaan,
mengerjakan soal yang dianggap sulit dengan mudah, pernah suatu ketika ku beri
soal yang belum ku ajarkan, dia membaca sejenak contoh soal yang ada di buku,
kemudian mengembangkan rumusnya sendiri, eka berhasil, bisa, dan minta tambahan
soal, Lain waktu ku periksa buku paketnya semua latihan dalam buku paket telah
dia selesaikan, soal-soal ujian nasional beberapa tahun sebelumnya semua di
lahap habis olehnya, ku periksa dan betul.
Eka
juga membantuku menemukan rumus-rumus sederhana dalam materi-materi tertentu,
meski tanpa ia sadari, dari hasil jawabannya aku belajar lagi, disitulah aku
menemukan cara termudah, Eka benar-benar
memberiku harapan, murid kebanggaanku itu selalu menjadi penyemangatku di dalam
kelas, aku bercerita dengan rekan-rekan guru, namun di pelajaran lain eka tidak
begitu menonjol. Ah benar kelebihan dan kekurangan setiap orang selalu ada, dan
aku bangga telah (tanpa sengaja) menemukan bakat yang mungkin tanpa di sadari
telah ada dalam dirinya. Satu-satunya yang membuat aku bersedih adalah saat eka
sharing pendapat denganku tentang cita-cita, aku berharap dia mencoba kuliah di
STAN (sekolah tinggi akuntansi negara) cukup menjanjikan, dan untuk itu aku
telah mencari kumpulan-kumpulan soal test masuk perguruan tinggi tersebut, aku
sangat bersemangat. Eka pasti berhasil dan sangat berkembang di sana, aku
membayangkan keberhasilannya ke depan, namun yang membuat eka sedih hanya karna
satu keputusan mutlak, orang tuanya hanya mengizinkan eka masuk sekolah
kebidanan, jauh dari ilmu yang dia pelajari, sejujurnya eka tak punya basic
hapalan, dan dia benci belajar biologi, “eka Cuma mau ekonomi bu” airmatanya
meleleh, namun setelah sekian lama berjuang dan di titik akhir keputusan orang
tuanya tak tergoyahkan, akhirnya aku menguatkan keputusannya untuk mengikuti
cita-cita orang tuanya, Allah menempatkanmu di posisimu pasti punya maksud dan
tujuan, jalani, dan teruslah belajar..
Airmataku
menetes, eka adalah harapanku yang berubah haluan… banyak mimpi, diskusi, yang
selalu kami bicarakan bersama, yang membuatku tak sabar ingin melihat dia
mengubah dunia, sejujurnya aku ingin mengatakan dia mirip aku waktu SMA, terima
kasih bu Yeni dan Pak Bambang yang
mengurusi PMDK-ku ke UNJA, ke dua guruku itu yang mengisi semua formulir,
memfoto copy dan melengkapi semua persyaratan PMDK tersebut, mereka yang
memilihkan jurusanku, setelah berdiskusi panjang lebar dengan ku, mereka tau
bakatku, dan meletakkanku di tempat yang seharusnya, orang tuaku sangat percaya
padaku dan kedua guruku itu, sementara eka? Itulah perbedaan diantara kami yang
membuatku menangis.
eka kini seperti apa?
Beberapa hari lalu ia menyapaku dengan seragam putih
–putihnya, Alhamdulillah bu... eka udah wisuda, dan siap menjadi BIDAN.
Aku tersenyum, bagus… bisa membantu orang banyak…
InsyaAllah.
Pelajaran
moral : selalu ada dan terjadi, harapan tak sesuai dengan kenyataan
Detik-detik menjelang UN 2009
Ternyata
anak-anak bandel di kelas ini sudah mulai cemas, UN bukanlah main-main, di
sekolah tak ada harapan sedikitpun, sekolah kami tak ada main-main dengan
nilai, tak ada menyebarkan kunci seperti rumor yang beredar di sekolah-sekolah
lain, beberapa orang ada yang langsung menemuiku “bimbel di sekolah tak cukup
bu, kami boleh belajar ke rumah ibu? Aku berbunga bahagia sekali mendengar
kalimat itu, bagiku bukan masalah gaji, tapi mereka mau belajar bagiku adalah
sebuah prestasi, senyumku mengembang, jarang ada anak IPS minta tambahan
belajar, yang ada minta diskon belajar, kami membuat janji belajar, karena
sekolah full day, jadi kami sepakat belajar jumat, sabtu dan minggu siang, dan
persyaratan berikutnya yang putri harus berjilbab, yang putra harus memakai
celana di bawah lutut, boleh bawa makanan, dan tidak ada yang merokok, semua
sepakat.
“rasa
lelah itu adalah cinta, Semakin lelah semakin dalam cinta yang tersemai, di
balik lelah itu cinta semakin menjadi-jadi, dibalik lelah itu, aku semakin
memberi, dan semakin banyak aku memberi, semakin banyak cinta dan lelah
bertebaran di sana-sini”
Aku
menunggu mereka dengan papan tulis kecil, mengenai belajar di rumah ku tak ada
guru yang tau, dan yang belajar ini pun tak semua siswa hadir, hanya beberapa
orang saja, dan masalahnya adalah beberapa orang saja ini, kebanyakan siswa
yang terlemah diantara siswa yang lemah di kelas, tapi buatku sudah ada satu
modal yaitu mereka mau, mau belajar. Aku senang sekali saat mereka berkumpul,
celotehan mereka, kejahilan mereka, semua tak semulus yang ku duga, mereka masih
remaja, ada yang sibuk berbisik-bisik, ada yang sibuk mencomot gorengan yang
mereka bawa, ada yang sibuk menjawil kuping temannya yang asik menulis, ada
yang sibuk smsan, aku mendengus... ah apa yang kurang ya... strategi ku
mengajar mungkin membosankan nih, besoknya aku memutar otak, membuat kurikulum
belajar di rumah.
Aku
memutar otak, bolak-balik lembar demi lembar buku Quantum teaching (ah dulu
mengapa selalu ada waktu untuk membuka buku dan belajar) mencocokkan kondisi
dengan teori, lalu menyesuaikannya menjadi solusi, ah… analisis SWOT lagi nih..
kekuatanku saat ini kemauan belajar anak tinggi, kekhawatiran menghadapi UN,
bla… bla… bla… jangan banyak teori langsung ke Inti soal saja, latihan
soal-soal, beri tips-tips/cara termudah menjawab soal, cara membaca dan
memahami maksud soal, seterusnya mengalir… aku tak henti-hentinya menulis,
menemukan, merancang, lalu indah… aku merasa meski tak sempurna setidaknya aku
siap untuk besok.
Parah
rupanya parah sekali saat aku menjelaskan materi tabungan yang rata-rata
hitungan semua, gawat sekali rupanya basic matematika anak-anak ini lebih
memprihatinkan dari anak SD, percaya atau tidak 15-6 saja memerlukan waktu satu
menit menghitungnya, sampai aku membantu mereka membentangkan ke sepuluh jariku
agar mereka mampu menghitung, setelah sadar kelakuan kami, tawa kami berderai
di tengah-tengah gelap yang berusaha ku terangi, sungguh terlalu kata bang
Haji, lalu mereka berkata “lolo nian kami ni buk yoh… ha ha ha” lalu ku jawab
“iyo.. jangan-jangan lulus SD, nyogok kepala sekolah dak? Aku berusaha
mengimbangi bahasa mereka, dengan demikian mereka merasa nyaman berdialog
denganku, awalnya aku terkesan jaim dan sangat formal dalam bicara, ternyata
sangat tidak efektif, mereka menjauh, dan kami menjadi dingin, orang asing. Akhirnya ku coba memasuki dunia
mereka, sejauh ini walaupun mereka tidak menjadi jenius setidaknya mereka mau
membuka buku dan mencoba, bagiku itu sudah lebih dari cukup.
UN pun terjadi
Hari
itu aku di rumah seharian, SMS bertubi-tubi isinya semua minta doa restu
dariku, hari ini Ujian Nasional mata pelajaran Ekonomi-Akuntansi, aku berusaha
menenangkan dan berdoa, menit demi menit berlalu, menunggu kabar itu
membosankan, sebagai guru bidang studi aku tak di perkenankan datang ke sekolah
selama pelaksanaan UN, aku berdoa semoga mereka dimudahkan, selesai pelaksanaan
UN aku ke sekolah, mereka masih berkumpul : menungguku… kesannya “buk… eh…
segalo-galo yang ibuk jelasin tu keluar buk!! Kalo eka yo lah gampang dak
nengok-nengok nian dio buk! Aku tersenyum, “yang berlalu sudah jangan di
pikirkan, kita lihat hasilnya saja, yang jelas ibuk bangga dengan kalian hari
ini,,, semua tetap melanjutkan kuliah atau mau kerja nih,” ku dengar sahutan “caknur
mau langsung nikah buk, bapaknyo toke sawit buk” celoteh mereka siang itu
begitu mendamaikan, belum penuh delapan bulan menjadi guru, aku telah menjadi
orang yang berbeda, dan aku boleh berbahagia karena kualifikasi mata pelajaran
ekonomi-akuntansi dari memprihatinkan sekarang naik beberapa digit yaitu
kualifikasi B untuk seluruh kota jambi, setidaknya aku berusaha.
Pelajaran
moral : seperti apapun tempat yang kau temui, semuanya mengajarkan sesuatu.
Komentar
Posting Komentar