Post-power syndrome dan buah Pala
Pernah denger ga dulu kita diceritain kehebatan kehebatan ayah kita atau kakek kita pada masa kejayaan mereka.
Nah, rata rata orang orang siap keren, siap terkenal siap kaya tapi ga siap jatuh ga siap bangkrut ga siap kalah ga siap berada di titik terbawah setelah lama berada di "Atas"
Nah perasaan sedih kecewa, kehilangan arah, merasa kosong ga berguna, setelah masa jayanya lewat.
Biasanya kondisi ini dinamakan "Post Power Syndrom"
Kondisi ini sering di alami oleh para pensiunan, lansia, artis turun pamor, orang kaya yang bangkrut, pejabat yang turun jabatan atau non job dan ibu bekerja menjadi ibu rumah tangga full.
Aku pernah di posisi ini, saat 4 tahun lalu, aku memutuskan pensiun dini, memutar haluan karir menjadi IRT Sejati, berat banget tiba tiba dadakan putar haluan, kapal oleng kapten!
So, Tau betul perasaan ga nyamannya terkana hantam badai post power syndrom inih. Tidak mudah.
Ada pembahasan menarik ini, semoga yang sedang mengalami atau sedang berada di titik ini jadi wawasan baru untuk berbenah.
Yuk kita bahas..
Belajar dari Pala
***
Belajar dari kisah sebuah bumbu dapur yang pernah hit dan legendaris pada masanya, ya, the one and only: PALA.
Setelah kekhalifahan Turki Usmani menutup kota Bizantium untuk perdagangan internasional, maka Bangsa Eropa kebakaran jenggot, apa pasal?
Menutup kota Bizantium artinya menutup semua akses bangsa Eropa mendapatkan rempah-rempah. Salah satu juru kunci mereka untuk bertahan dan menghangatkan badan saat musim dingin tiba adalah dengan menjejal rempah-rempah hangat seperti pala, merica, dan lainnya untuk mereka konsumsi. Artinya, rempah-rempah itu penting sekali, saat sebelum pemanas ruangan ditemukan, hi hi.
Singkat cerita, demi memenuhi kebutuhan akan bumbu dapur tersebut, kubu Eropa itu berunding, putuslah satu perjanjian pertama, namanya Perjanjian Tordesillas. Saat itu, kekuatan besar Eropa dipegang oleh dua kerajaan besar Spanyol dan Portugis.Isi perjanjian itu ada tiga, salah satunya adalah misi mencari bumbu dapur alias rempah-rempah yang sangat penting itu. Mereka berbagi wilayah penjelajahan, Spanyol berlayar ke arah barat dan Portugis menyeberang ke timur. Hingga akhirnya, sampailah kapal Portugis mendarat di Ternate pada abad ke-15 dan, yah bertemulah dia dengan the one and only rempah paling bergengsi pada jamannya: PALA.
Biji pala punya rasa dan manfaat yang khas, banyak sekali manfaatnya kan? Apalagi ibu-ibu pasti taulah ya, si pala ini gunanya buat apa. Soto ga nancep rasanya kalau ga ada si pala ini, nah, salah satu efek samping makan pala yang nanti diramu menjadi rempah-rempah bagi orang Eropa sana adalah menghangatkan tubuh tadi.Konon, pala sangat bergengsi pada jamannya, mahalnya melebihi emas.
Kalau sekarang orang-orang pada pamer tas luipitong atas tas snel (Chanel. Red), maka orang Eropa saat itu cukup pamer sebutir pala kali ya, dah ketahuan dah kaum Borjuis alias berduit, hi hi.
Waktu berputar cepat, apa kabar pala kini?
Apakah masih menjadi Pala si punya power pengendali pasar nan fenomenal?
Apakah masih menempati posisi nomor wahid di dunia perbumbuan?
Apakah masih menjadi the one and only yang paling dicari di muka bumi?
Jawabannya tidak.
Pala kini hanya Pala.
Menjadi andalan emak-emak apabila ingin membuat soto menjadi enak. Sesekali dicampurkan dalam masakan lain. Tidak terlalu populer, bahkan mungkin beberapa milenial ga kenal sama primadona jaman kolonial dulu. Ngerasain ga sih, gimana jadi pala? Pernah tinggi setinggi tingginya sampai ga ada lagi yang bisa menyainginya. And then, sampai pada titik "aku adalah pala, yap hanya pala bumbu dapur dan rempah-rempah biasa seperti bumbu dapur lainnya.
"Apakah pala menjadi insecure? Hehe. Lalu kena post-power syndrome? Merasa ga berguna lagi. Tak lagi jadi sorotan, tak ada lagi yang merebutkannya. Bahkan merasa patah hati? Untung dia hanya "pala", ga punya masalah mental dan ga punya post-power syndrome, jadi dia tetap tumbuh seperti biasanya, tetap bertugas sebagaimana bumbu dapur di perlakukan.
Tidak menuntut lebih, tidak ada kecewa, tidak ada ngambekan, tidak ada perasaan ingin diakui, Tidak. Pala tetap hidup sebagaimana mestinya.Mungkin pala akan bilang:
"Biarlah apa adanya, karena memang semua berjalan karena sunnatullah"
"Belajar dari pala.Seharusnya kita bisa melepas semua kemelekatan dalam diri. Fokus pada hal yang ada di depan mata sekarang. Beralih! Segera cari nilai diri kamu yang baru. Lihatlah, daun bawang sudah merambah ke dunia percilokan, peracian, emih-emih Korea, bahkan merambah ke dunia perkopian sekarang. Kita akan melewati setiap perjalanan, jika pernah melewati ramai, maka kita akan menemukan jalanan sepi tanpa seorang pun yang peduli dan bersiaplah seperti pala.
Yap. Ini hanya tentang perjalanan. Sebuah siklus, seperti roda sepeda, ketika sepeda di kayuh siklus roda akan selalu berputar. Tak ada yang harus berkecil hati. Tak usah juga merasa euforia saat berada di ketinggian.
Benar.
"Biarlah apa adanya, dalam simfoni indah bernama sunnatullah." (Sebuah catatan jaman kuliah noname)
Sekian..
Bai gais... Wassalamualaikum
Note : Inspirasi tulisan dari Ig Mba Sarratobi.
(Disclaimer :
1.isi perjanjian tordesillas ada 3 tapi yang saya Highlight hanya di bagian mencari rempah rempah, sebenarnya poin penting perjanjian itu adalah misi penjelajahan untuk mencari tanah jajahan.
2. Portugis datang ke Indo satu abad setelah bizantium di tutup, namun sebab portugis datang ke indo tidak terlepas dari itu
3. Pala bukan satu satunya yang paling mahal banyak juga yang lain hanya saja yang paling dicari pada tingkatan pertama itu adalah pala)
#catatanumiabid #perjalanan #renungan #postpowersyndrom #Iburumahtanggabahagia #journaling #fbpro #monetize #mentalhealth
Komentar
Posting Komentar